Upacara Matiti Mamah merupakan salah satu bagian dari upacara Panca Yadnya yaitu Bhuta Yadnya. Upacara matiti mamah terdiri dari 2 bagian yaitu matiti dan mamah. Matiti berasal dari kata titi, mendapat awalan ma, dalam kamus Bahasa Bali, titi adalah kereteg cenik, dalam Bahasa Indonesia disebut jembatan (pengubung daerah satu ke daerah yang lain), sedangkan mamah dalam bahasa Sansekerta adalah mehayuan (kerahayuan), dalam kamus Bahasa Indonesia Mamah adalah Ibu. Jadi yang dimaksud Upacara Matiti Mamah adalah Upacara kerahayuan jagat Bhuwana Alit, Bhuwana Agung khususnya Banjar Dadia Puri, pada Umumnya Desa Bunutin agar terhindar dari segala macam bahaya dan selalu di berikan kesejahteraan dan keselamatan.
Upacara ini dilaksanakan 1 tahun sekali dalam kalender Bali pada sasih Kawulu Tilem ing Kawulu. Pada sasih Kawulu diyakini dan dipercaya bahwa sering terjadinya bencana alam seperti hujan angin diikuti petir, banjir dan tanah longsor.
Upacara Matiti Mamah ini bertujuan untuk kerahayuan jagat Bhuwana Agung, Bhuwana Alit Banjar Dadia Puri, Desa Bunutin dan untuk menetralisir terjadinya segala mala petaka seperti leteh, mala dan gering.
Sarana Upacara yang dipakai adalah anak sapi berkelamin laki-laki berwarna merah ( godel bang ) bertanduk emas.
Prosesi pelaksanaannya upacaranya diawali dengan memandikan godel tersebut atau pryasita, selanjutnya diarak berkeliling sebanyak 3 kali di areal jaba Pura Penataran Agung atau Nista Mandala kemudian di sembelih, setelah itu yang dipakai sebagai sarana upacara untuk dipekelem atau dibenamkan di kolam yaitu kepala, kulit dan kaki masih dalam keadaan menjadi satu, daging godel di bagikan kewarga masyarakat Dadia Puri, hal tersebut diyakini dan dipercaya sebagai obat untuk berbagai penyakit.
Pelaksanaa Upacara Matiti Mamah bertempat di Pura Dalem Jawa (Langgar) di Banjar Dadia Puri, Desa Bunutin, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.