Dari sederetan Pura yang berada di Bali, bisa dikatakan hanya ada sebuah Pura di Kabupaten Bangli di Bali yang di dalamnya menyediakan tempat ibadah bagi umat muslim. Karenanya di Pura ini disebut Pura Langgar.
Pura dimaksud sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Bali. Sedangkan Langgar, dimaksudkan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim.
Perpaduan dan keharmonisan bagi kedua umat di sini, dapat dilihat tatkala hari upacara persembahyangan bagi umat Hindu di Bali yang bertepatan dengan hari Islam atau jatuh pada hari Jumat.
"Mau buktinya? Pak, besok lihat saja sendiri. Besok Jumat, (3/4) hari Purnama. Berarti besok siang ada orang berjemaah salat Jumat di Langgar di areal dalam Pura, dan bersamaan dengan orang kita (warga Bali) sembahyangan Purnama," kata Penglingsir (yang dituakan) Ida I Dewa gede Oka Widyarsana, di Puri Bunutin, Kamis (2/4) di Bangli, Bali.
Pura ini emang unik, bahkan Pura ini juga menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di Bali. Bahkan pura yang dikenal dengan nama Pura Langgar juga dikenal dengan sebutan nama Pura Dalem Jawa.
"Hampir setiap hari Pura Langgar ini dikunjungi tamu lokal yang wisata spiritual sekaligus ziarah. Kapan lagi bisa merasakan aura salat di sebuah Langgar yang berada di dalam areal Pura, di tempat lain tidak ada," katanya.
Untuk menuju Pura Dalem Jawa (Langgar) Penataran Agung Bunutin, tidaklah begitu sulit, hanya berjarak 5 km dari pusat kota Bangli menuju desa Bunutin. Setiap upacara besar agama di Pura ini, pantangan menghaturkan sesajen berupa daging babi dan ayam.
Widyarsana mengatakan, keberadaan Musala atau Langgar di dalam areal Pura Langgar ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinmya Pura Langgar, dimana konon keberadaan Pura Langgar yang dibangun sekitar abad ke 17 itu terkait sejarah keturunan Kerajaan Blambangan, Jawa Timur.
"Di dalam Langgar, disetanakan tempat peristirahatan (makam) Ida Mas Wilis Blambangan. Beliau sahabat raja, karena jasanya dibangunlah sebuah Langgar sekaligus memakamkan beliau di dalamnya," ungkap Dewa Gde Oka, dan meyakinkan Ida Mas Wilis adalah seorang Wali di Bali (Wali Pitu).
Kata pria yang sudah berumur ini, keberadaan Langgar itu, mulanya berbentuk layaknya Musala. Namun sekitar tahun 1920 sempat direnovasi karena terbakar.
Kini tampak Langgar itu dibangun dengan perpaduan ornamen dan arstektur Bali dan dibalut dengan ukiran yang dikenal dengan Patra Mesir, Patra China, dan Patra Belanda. Namun tetap ada kubah yang menjadi cerminan tempat ibadah bagi umat muslim.
Menurutnya, banyak umat Muslim yang kebetulan mengetahui keberadaan Langgar itu singgah ke Pura tersebut untuk melakukan salat.
Sebaliknya bagi umat Hindu, pura yang disusung oleh dadia Puri Bunutin sebanyak 87 Kepala Keluarga (KK) merupakan tempat pemujaan para leluhur. Jadi umat Hindu juga menggunakannya.
"Untuk odalan (upacara besar) di pura Langgar jatuh pada hari Respati Mainis Dunggulan" jelasnya.
Disamping itu, disebutkan setiap satu tahun sekali tepatnya pada saat Tilem sasih Kaulu (bulan mati) sekitar bulan Februari ada upacara yang dikenal dengan sebutan Titi Mamah. Keunikan ritual Titi Mamah diwarnai dengan tradisi mengkurbankan seekor sapi jantan muda yang belum ditusuk hidungnya. ( Sumber : www.merdeka dot com )